Blog Muhammad Nor
Selasa, 28 April 2015
Rabu, 22 April 2015
Minggu, 19 April 2015
MAKALAH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Belajar mengajar adalah
sesuatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang
terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif
dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan
sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan
segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.[1]
Belajar pada hakikatnya
merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka perubahan prilaku
peserta didik secara kontruktif. Hal ini sejalan dengan undang-undang sistem
pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan, pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif megembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Perubahan perilaku dalam belajar mencakup
seluruh aspek pribadi peserta didik, yaitu aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.[2]
Namun pada kenyataannya kita menyadari
selama ini tidak mudah bagi guru untuk menjadikan peserta didik aktif dalam
megembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Salah satu penyebabnya adalah
kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kurang diperhatikan oleh
setiap guru. Akibatnya, manakala siswa menghadapi masalah, walaupun masalah itu
dianggap sepele, banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikannya dengan baik.
Salah satu cara mengatasi
masalah tersebut adalah dengan menerapkan
SPBM dimana menurut seorang ahli yaitu Menurut Muslimin I dalam Boud dan Felleti
(2000:7), Pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) adalah
suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan
berfikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang
otentik serta menjadi pelajar mandiri. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak
dirancang untuk membantu guru memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya
kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan
keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan
mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri.
Untuk lebih jelasnya mengenai
SPMB akan dipaparkan dalam makalah ini.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa Pengertian Pembelajaran
Berbasis Masalah ?
2. Apa yang dimaksud dengan Hakikat
Masalah dalam SPBM ?
3. Bagaimana Pendekatan Belajar Berbasis
Masalah?
4. Bagaimana Tahapan- tahapan
SPBM ?
5. Apa Keunggulan dan kelemahan
SPBM ?
6. Apa yang dimaksud Model
Pembelajaran Berbasis Masalah?
7. Apa Tujuan dan
langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah ?
8. Apa Manfaat Pembelajaran
Berbasis Masalah ?
9. Bagaimana Langkah-langkah
Model Pembelajaran Berbasis Masalah?
C. Tujuan
Penulisan
1. Agar mengetahui Pengertian
Pembelajaran Berbasis Masalah.
2. Agar mengetahui Hakikat
Masalah dalam SPBM.
3. Agar mengetahui Pendekatan
Belajar Berbasis Masalah
4. Agar mengetahui Tahapan- tahapan
SPBM.
5. Agar mengetahui Keunggulan
dan kelemahan SPBM.
6. Agar mengetahui Model
Pembelajaran Berbasis Masalah.
7. Agar mengetahui Tujuan dan
langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah.
8. Agar mengetahui Manfaat
Pembelajaran Berbasis Masalah.
9. Agar mengetahui Langkah-langkah
Model Pembelajaran Berbasis Masalah.
D. Metode
Penulisan
Adapun metode penulisan yang
penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode library research. yang mana
penulis menggunakan buku-buku dari perpustakaan sebagai bahan referensi dimana
penulis mencari literatur yang sesuai dengan materi yang di kupas dalam makalah
ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Jodion Siburian,
dkk dalam Panduan Materi Pembelajaran Model Pembelajaran Sains
(2010:174) sebagai berikut: Pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah,
yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa
belajar keterampil-keterampilan yang lebih mendasar.
Menurut Muslimin I dalam
Boud dan Felleti (2000:7), Pembelajaran berdasarkan masalah (problem based
learning) adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan
keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar peranan
orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri. Pembelajaran
berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah
dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa
melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang
mandiri.
Model pembelajaran berbasis masalah
adalah sebuah model pembelajaran yang dilakukan dengan adanya pemberian
rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah
oleh siswa yang diharapkan dapat menambah keterampilan siswa dalam pencapaian
materi pembelajaran.
Bern dan Eriction (2001: 5)
menegaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan strategi pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai
konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi
mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempersentasikan penemuan. Strategi pembelajaran
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang berpikir kritis dan keterampilan pemacahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. Dalam hal
ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk memecahkan masalah yang
mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran.
Strategi ini mencakup pengumpulkan informasi berkaitan dengan pertanyaan,
menyintesa, dan mempresentasikan
penemuannya kepada orang lain.
Bern dan Erickson menegaskan bahwa pembelajaran
berbasis masalah (problem-based learning) merupakan strategi
pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan
mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.
Strategi ini meliputi mengumpulkan informasi, dan mempresentasikan penemuan.[3]
Dalam penerapan Strategi
Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM). Dalam penerpn strategi ini guru
memeberikan kesempatan kepada siswa untuk menetapkan topik masalah, walaupun
sebenarnya guru sudah mempersiapkan agar siswa mampu menyelesaikan maslah secara
sistematis dan logis.
Dilihat dari aspek psikologi
belajar SPMB bersandarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi
bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses
interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini
sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan
siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan
psikomotor melalui pernghayatan secara internal akan problema yang dihadapi.
Di lihat dari aspek fisilofis
tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk mempersipakan anak didik
agar dapat hidup di masyarakat, maka SPBM merupakan strategi yang memungkinkan
dan sangat penting unuk dikembangkan. Hal ini sebabkan pada kenyataannya
manusia akan dihadapkan kepada masalah. SPBM inilah diharapkan dapat memberikan
latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Dilihat dari konteks
perbaikan kualitas pendidikan, maka SPBM merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Kita
menyadari selama ini kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kurang
diperhatikan oleh setiap guru. Akibatnya, manakala siswa menghadapi masalah,
walaupun masalah itu dianggap sepele, banyak siswa yang tidak dapat
menyelesaikannya dengan baik.
SPBM dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang
dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari SPBM. Pertama, SPBM
merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada
sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. SPBM tidak diharapkan siswa hanya
sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan
tetapi melalui SPBM siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah
data dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah. SPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses
pembelajran. Artinya tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
Ketiga, peecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir
secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir
deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan
empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan
tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasrkan pada
data dan fakta yang jelas.
Untuk mengimplementasikan SPBM, guru perlu
memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan.
Permasalahan tersebut bisa diambil dari buku teks atau dari sumber-sumber lain
misalnya dari peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, dari peristiwa
dalam keluargaatau dari peristiwa kemasyarakatan.
Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah
dapat diterapkan :
a) Manakala guru menginginkan
agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi
menguasai dan memahaminya secara penuh.
b) Apabila guru bermaksud untuk
mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemapuan menganalisi
situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dan situasi baru, mengenal
adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam
membuat judgment secar objektif.
c) Manakala guru menginginkan
kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual
siswa.
d) Jika guru ingin mendorong
siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
e) Jika guru inginagar siswa
memahami hubungan anatar apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupan
nya (hubungan antar teori dengan kenyataan. )
B. Hakikat
Masalah dalam SPBM
Antara strategi pembelajaran
inkuiri (SPI) dan strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM) memiliki
perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada jenis masalah serta tujuan yang
ingin di capai.
Berbeda dengan SPI, masalah
dalam SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari masalah
tersebut belum pasti. Setiap siswa bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan
jawaban. Denagn demikian, SPBM memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berekplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secar lengkap untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai oleh SPBM adalah kemampuan
siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis dan logis untuk menemukan
alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam
rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam SPBM
adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan,
atau antar kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Kesenjangan
tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan dan kerisauan atau
kecemasan. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas
pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat
juga bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai denagn kurikulum yang
berlaku. Dibawah ini diberikan kriteria pemilihan bahan pelajaran SPBM.
1. Bahan pelajaran harus
mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang bisa bersumber
dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.
2. Bahan yang dipilih adalah
bahan yang bersifat familiar (akrab) dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat
mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan
bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga
terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih merupakan
bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
sesuai dengan kurikulum berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai
dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.
C. Pendekatan
Belajar Berbasis Masalah
Belajar Berbasis masalah adalah salah satu bentuk
pembelajaran ynag berlandaskan para paradiqma konstruktivisme, yang
berorientasi pada proses belajar siswa(student-centerned-learning). PBL
(problem Based Learning) merupakan model pembelajaran yang sangat popular dalam
dunia kedokteran sejak 1970-an. PBL berfokus pada penyajian suatu permasalahan
(nyata atau simulasi) kepada siswa, kemudian siswa dimintai mencari
pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori,
konsep, prinsip yang dipeljarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple
perspective). Permasalahan menjadi focus, stimulus, dan pemandu proses belajar.
Sementara, guru menjadi fasilitator dan pembimbing. PBL mempuanyai banyak
variasi, diantaranya terdapat 5 bentuk belajar berbasis masalah, yaitu:
1. Permasalahan
sebagai pemandu: masalah menjadi acuan kongkret yang harus
menjadi perhatian pemelajar. Bacaan diberikan sejalan dengan masalah. Masalah
menjadi kerangka berfikir pemelajar dalam mengerjakan tugas.
2. Permasalahan
sebagai kesatuan dan alat evaluasi: masalah disajikan setelah tugas-tugas dan
penjelasan diberikan. Tujuannya diberikan kesempatan bagi pemelajar untuk
menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah.
3. Permasalahan
sebagai contoh: masalah dijadikan contoh dan bagian dari bahan
belajar. Masalah digunakan untuk menggambarkan teori, konsep dan prinsip dan
dibahas antara pemelajar dan guru.
4. Permasalahan
sebagai fasilitasi proses belajar: masalah dijadikan alat untuk melatih pemelajar
bernalar dan berfikir kritis.
5. Permasalahan
sebagai stimulus belajar: masalah merangsang pemelajar untuk
mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan
dengan masalah dan keterampilan metakognitif.
Definisi pendekatan belajar berbasis masalah
adalah suatu lingkungan belajar di mana masalah mengendalikan proses belajar
mengajar. Hal ini berarti sebelum pelajar belajar, mereka diberikan umpan
berupa masalah. Masalah diajukan agar pelajar mengetahui bahwa mereka
memecahkan masalah tersebut.
Pendekatan ini juga mencakup keduanya itu yaitu
sebagai sebuah kurikulum dan sebuah proses. Kurikulum pemelajaran berbasis
masalah terdiri atas masalah-masalah yang dirancang dan dipilih dengan teliti,
yang menuntut kemahiran pembelajar dalam critical knowledge, problem solving
proficiency, self-directed learning strategis dan team participation skills. Dalam
prosenya, pendekatan belajar berbasis masalah ini meniru pendekatan system yang
biasa digunakan untuk memecahkan masalah atau menemukan tantangan-tantangan
yang dihadapi dalam hidup dan karir (Borrows dan Kelson). Para ahli lainnya
mengemukakan bahwa, pendekatan berbasis masalah adalah suatu pendekatan untuk
membentk struktur kurikulum yang melibatkan pelajar menghadapi masalah dengan
latihan yang memberikan stimulus untuk belajar (Boud dan Feletti). Pendekatan
ini juga merupakan suatu pengajaran yang menantang pelajar untuk “learn to
learn”, bekerjasama dalam sebuah group untuk mencari solusi dari
masalah-masalah yang nyata didunia ini. Masalah-masalah ini digunakan untuk
menarik rasa keingintahuan pelajar dan menginisiasikan pokok-pokok perkara.
Metode ini mempersiapkan pelajar untuk berfikir kritis dan analitis, serta
untuk menemukan san menggunakan sumber-sumber belajar.
Terdapat sejumlah tujuan dari problem based
learning ini. Berdasarkan Barrows, Tamblyn (1980) dan Engel (1977), problem
based learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan kesuksesan dalam hal (1)
adaptasi dan partisipasi dalam suatu perubahan, (2) aplikasi dari pemecahan
masalah dalm situasi yang baru atau yang akan dating, (3) pemikiran yang
kreatif dan kritis, (4) adopsi data holistic untuk masalah-masalah dan
situasi-situasi, (5) apresiasi dari beagam cara pandang, (6) kolaborasi tim
yang sukses, (7) identifikasi dalam mempelajari kelemahan dan kekuatan, (8)
kemajuan mengarahkan diri sendiri, (9) kemampuan komunikasi yang efektif, (10)
uraian dasar-dasar atau argumentasi pengetahuan, (11) kemampuan dalam
kepemimpinan, dan (12) pemanfaatan sumber-sumber yang bervariasi dan relevan.[4]
D. Tahapan-
tahapan SPBM
Banyak ahli yang menjelaskan
bentuk penerapan SPBM. John Dewey seorang 6 langkah SPBM yang kemudian dia
namakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu :
a. Merumuskan masalah yaitu
langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu
langkah siswa meninjau masalah secar kritis
dari berbagai sudut pandang.
c. Merumuskan hipotesis yaitu
langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
d. Mengumpulkan data, yaitu
langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk
pemecahan masalah.
e. Pengujian hipotesis, yaitu
langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan
penolakan hipotesis yang diajukan.
f. Merumuskan rekomendasi
pemecahan masalah yang dapat dilakukan sesuia rumusan hasil pengujian hipotesis
dan rumusan kesimpulan.
Sesuai dengan tujuan SPBM
adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dari beberapa bentuk SPBM yang
dikemukakan para ahli, maka secara umum SPBM bisa dilakukan dengan langkah-langkah
:
1. Menyadari Masalah
Implemanatsi SPBM adalah harus dimulai dengan
kesadaran adanya masalah yang harus di pecakan. Pada tahapan ini guru
membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjanagn atau gap yang dirasakan oleh
manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada
tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang
terjadi dari berbagai fenomena yang ada. Mungkin pada tahap ini siswa dapat
menemukan lebih dari satu, akan tetapi guru dapat mendorong siswa agar
menentukan satu atau dua kesenjangan yang pantas untuk dikaji baik melalui
kelompok kecil atau bahkan individual.
2. Merumuskan Masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat
dicari dari kesenjangan, slanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas
untuk dikaji. Rumusan masalah sangat penting, sebab selanjutnya akan
berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah dan
berkaitan dengan data-data apa yang harus dikumpulkan untuk menyelesaikannya.
Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam langkah ini adalah siswa dapat
menentukan prioritas masalah. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuanya untuk
mengkaji, memerinci, dan menganalisis masalah sehingga pada akhirnya muncul
rumusan masalah yang jelas, spesifik, dan dapat dipecahkan.
3. Merumuskan Hipotesis
Sebagai proses berpikir
ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir deduktif dan induktif, maka
merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan.
4. Mengumpulkan Data
Yaitu sebagai proses berpikir empiris,
keberadaan data dalam proses berpikir ilmiah merupakan hal yang sangat penting.
Sebab, menentukan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan hipotesis yang
diajukan harus diajukan sesuai dengan data yang ada. Kemampuan yang diharapkan
pada tahap ini adalah kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilah data,
kemudian memetakan dan menyajikan dalam berbagai tampilan sehingga mudah
dipahami.
5. Menguji hipotesis
Berdasarkan data yang dikumplkan, akhirnya
siswa mengumpulkan hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak kemampuan
yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah kecakapan menelaah data dan
sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji.
Disamping itu, diharapkan siswa dapat mengambil keputusan dan mengambil kesimpulan.
6. Menentukan pilihan
penyelesaian
Merupakan akhir dari proses SPBM. Kemampuan
diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih alternatif penyelesaian
yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang
akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya, termasuk
memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada pilihannya.
E. Keunggulan
dan kelemahan SPBM
1. Keunggulan
Sebagai suatu strategi pembelajaran, SPBM
memiliki beberapa keunggulan diantaranya.
1. Pemecahan masalah (problem
solving) merupaka teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah (problem
solving) dapat menantang kemampuan siswa serta dapat memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. Pemecahan masalah (roblem
solving) dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa.
4. Pemecahan masalah (problem
solving) dapat membantu siswa bagaiman mentransfer pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan masalah.
5. Pemecahan masalah (problem
solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu,
pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri
baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
6. Melalui pemecahan masalah
(problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran
(matematika,ipa, sejarah dan lain sebagainya) pada dasarnya merupakan cara
berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar
belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
7. Pemeccahan masalah (problem
solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
8. Pemecahan masalah(problem
solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9. Pemecahan masalah (problem
solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10. Pemecahan masalah (problem
solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
2. Kelemahan
Disamping keunggulan, SPBM
juga memiliki kelemahan, diantaranya:
1. Mana kala siswa tidak
memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari
sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi
pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman maka mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak
akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.[5]
F. Model
Pembelajaran Berbasis Masalah
Problem-Based Intruction
(PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru
menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan
dialog.
Beberapa tahapan yang perlu
guru lalui dalam pembelajaran berbasis masalah adalah :
Ø Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Ø Guru membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut ( menetapkan topik,tugas jadwal, dan lain-lain).
Ø Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untukmendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah,pengumpulan data, hipotesis, pemcahan masalah.
Ø Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu
mereka berbagi tugas denagn temannya.
Ø Guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses
yang mereka gunakan.
G. Tujuan
dan langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning) bertujuan membantu siswa mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, belajar peranan orang dewasa yang
otentik dan menjadi pelajar yang mandiri.
1. Ciri-ciri utama pembelajaran
berbasis masalah meliputi :
Menurut Arends, berbagai pengembangan
pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a) Pengajuan pertanyaan atau
masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau
keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan
pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial
penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
b) Berfokus pada keterkaitan
antar disiplin. Meskipun pembelajaran berbasis masalah ungkin berpusat pada
mata pelajaran tertentu (IPA, matematika , ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan
diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa
meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
c) Penyelidikan autentik.
Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus
menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat
ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika
diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu,
metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang
dipelajari.
d) Menghasilkan produk dan
memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan
produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artifak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
e) Kolaborasi. Pembelajaran
berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang
lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja
sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas
kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
H. Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah
tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya
kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan
intelektual;belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan meeka dalam
pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
Menurut sudjana, manfaat
khusus yang diperoleh dari metode dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas
guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan
tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi
masalah yang ada disekitarnya.
I. Langkah-langkah
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Boud dan Felleti
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan
untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik
serta menjadi pelajar yang mandiri. Pembelajaran berbasis masalah tidak di
rancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu
siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan
intelektualnya, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka
dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajaran yan mandiri.
1. Pelaksanaan pembelajaran
berbasis masalah
a) Tugas
perencanaan. Pembelajaran berbasis masalah memerlukan
banyak perencanaan seperti halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada
siswa lainnya.
b) Penetapan
tujuan.
Pertama mendeskripsikan bagaimana pembelajaran berbasis masalah direncanakan
untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan tertentu misalnya keterampilan
menyelidiki, memahami peran orang dewasa dan membantu siswa menjadi pebelajar
yang mandiri.
c) Merancang
situasi masalah. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru
memberikan kebebasan siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena
cara ini meningkatkan motivasi siswa.
Masalah sebaiknya otentik, mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan
secara ketat, memungkinkan kerja sama, bermakna dan konsisten dengan tujuan
kurikulum.
d) Organisasi
sumber daya dan rencana logistik. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru
mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan keperluan untuk keperluan
penyelidikan siswa karena dalam model pembelajaran ini dimungkinkan siswa
bekerja dengan beragam material dan peralatan, pelaksanaan dapat dilakukan
didalam maupun di luar kelas.
2. Tugas interaktif
a) Orientasi
siswa pada masalah. Siswa perlu memeahami bahwa pemeblajaran
berbasis masalah adalah kegiatan penyeidikan terhadap masalah-masalah yang
penting dan untuk menjadi pelajar yang mandiri. Oleh karena itu cara yang baik
dalam menyajikan masalah adalah dengan menggunakan kejadian-kejadian yang
mencengangkan dan menimbulkan misteri sehingga merangsang untuk memecahkan
masalah tersebut.
b) Mengorganisasikan
siswa untuk belajar. Dalam pembelajarn berbasis masalah siswa
memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas
pelaporan. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif juga
berlaku untuk mengorganisasikan siswa kedalam kelompok pembelajaran berbasis
masalah.
c) Membantu
penyelidikan mandiri dan kelompok. (1) guru membantu siswa dalam pegumpulan
informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan dan membuat siswa
memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah
sehingga siswa diajarkan menjadi penyelidik yang katif dan dapat menggunakan
metode yang sesuai untuk memecahkan masalah tersebut. (2) guru mendorong
pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya ide-ide tersebut. (3)
puncak kegiatan pembelajaran berbasis masalah adalah penciptaan dan peragaan
seperti poster, videotape dan lain sebagainya.
3. Analisis dalam evaluasi
proses pemecahan masalah.
Tugas guru pada tahp akhir
pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa menganalisis dan
mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang
mereka gunakan.[6]
J. Metode
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL, problem-based learning)
Metode ini erat kaitanya
dengan pendekatan kontekstual. Banyak ahli yang mneyebutnya sebagai metode
pembelajaran, tetapi ada pula sementara ahli yang menyebutnya sebagai model
pembelajaran. Konsep pembelajaran sendiri berasal dari konsep Joyce dan Weil, namun
justru banyak berkembang karena dukungan dari Charles I. Arends. Perbedaan
pokok antara metode pembelajaran dengan model pembelajaran sendiri berasal dari
konsep joyce pokok antara metode penbelajaran dengan model pembelajaran adalah
pada model pembelajatan sintaks nya relatif sudah tertentu langka-langkah nya,
seuai dengan yang di tetapkan oleh ahli yang mengungkapkan nya. Dalam
pengertian metode pembelajaran , guru masih diberikan keleluasaan dalam
bervariasi. Perlu penekanan pada kata relatif tersebut karaena ternyata suatu
model pembelajaran tertentu akan berbeda sintaks nya jika ahli yang
menyampaikanya juga berbeda. Jadi
sintaks nya sangat bergantung pada sumber yang digunakan berdasarkan pendapat
Arends, pada esensi pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran
yang berlandaskan konstruktivisme dan mengakomodasi kan keterlibatan siswa
dalam belajar serta terlibat dalam pemecahan maslah yang kontekstual. Untuk
memperoleh informasi dan mengembangkan kosep-konsep sains siswa belajar tentnag
bagaimana membangun kerangka masalah, mencermati, mengumpulkan data dan
mengorganisasikan masalah, menyusun fakta, menganalisis data dan menyusun
argumentasi terkait pemecahan masalah, kemudiaan memecahkan masalah baiksecara
individual maupun dalam kelompok.
Dalam hubungan ini Arends
merengutip hasil penelitian para ahli Vanderbilt, Krajck dan Czerniak, salvin
dan lain-lain menyimpulkan ada lima gambaran umum menjadi identifikasi
pembelajaran berbasis masalah yaitu:
1. Dikembangkan dari pertanyaan
atau masalah. Dari pada mengorganisasikan pembelajaran di seputar
prinsip-prinsip atau kecakapan akademik tertentu, PBL mengorganisasikan
pengajaran pada sejumlah pertanyaan atau masalah yang penting, yang baik secara
sosial dan personal bermakna bagi siswa. Pendekatan mengaitkan pembelajaran
dengan situasi kehidupan nyata.
2. Fokusnya anatar disiplin.
Walau PBL dapat di terapkan memusat untuk membahas subjek tertentu dalalm
(sans, matemtika, sejarah atau lainya), tetapi dipilih pembahasan masalah
akatual yang dapat di investigasi dari berbagai sudut disiplin ilmu. Contohnya
masalah pencemaran lingkungan yang timbul dilaut timur akibat pencemaran oleh
perusahaan pengeboran minyak milik australia.dapat di investigasi dan
dijelaskan dari aspek ekonomi, biologi, sosiologi, kimia, hubungan antar
negara, dan sebagainya.
3. Penyelidikan otentik. Istilah
otentik selalu dikaitkan denagan masalah yang timbul di kehidupan nyata, yang
lngsung dapat diamati oleh karena itu, masalah yang timbul juga harus di
carikan penyelesaian secara nyata. Para siswa harus menganalisis dan
mendefinisiskan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuata predeksi,
mengumppulkan dan menganalisis informasi bila perlu melaksanakan eksperimen,
membuat inferensi dan menarik simpulan.
4. Menghasilkan artefak, baik
berupa laporan, makalah, model fisik, sebuah video, suatu program computer,
naskah drama dan lain-lain
5. Ada kaloborasi. Implementasi
PBL. Ditandaaai oleh adanya kerja sama antar siswa satu sama lain, biasanya
dalam pasangan siswa atau kelompok kecil siswa. Bekerja sama akan memberikan
motivasi untuk terlibat secara berkelanjutan dalam tugas-tugas yang kompleks,
meningkatkan kesempatan untuk saling bertukar pikiran dan mengembangkan
inkuiri, serta melakukan dialog untuk mengembangkan kecakapan sosial (dikemabngkan
dari Arends, 2009: 387).
PBI atau PBL baru dapat berkembang jika terbangun
suatu situasi kelas yang efektif. Combs (1976) seperti yang diungkap oleh North
Central Regional Educational Library (2006) menyatakan bahwa minimal ada tiga
karakteristik yang harus dipenuhi agar terbangun situasi kelas yang efektif
dalam PBL., yaitu sebagai berikut:
1. Atmosfer kelas harus dafat
memfasilitasi suatu eksplorasi makna. Para pebelajar harus merasa aman dan
merasa di terima. Merekaa memerlukan pemahaman baik tentang resiko maupun
penghargaan yang akan di perolehnya dari pencarian pengetahuan dan pemahaman.
Situasi kelas harus mampu menyediakan kesempatan bagi mereka untuk terlibat,
saling, beriteraksi, dan sosialisasi.
2. Pebelajar harus sering diberi
kesempatan untuk mengkonfrontasikan infotrmasi baru dengan pengalaman nya
selama proses mencari makna. Namun kesemptan semacam itu janganlah timbul dari
dominasi guru selam pembelajaran, tetapi harus timbul dari banyaknya kesempatan
suswa untuk menghadapi tantangan-tantangan baru berdasarkan pengala,manmasa
lalaunya.
3. Makna baru tersebut harus di
peroleh melalui proses penemuan secara personal.
Berkaitan dengan filsofi seperti diata
berkembanglah apa yang disebut problem-based learning. Problem-based
learning ( pembelajaran berbasis
masalah) atau sering disebut PBI (problem based instruiction) merupakan suatu
tipe penelolaan kelas yang diperlukan untuk mendukung pendekatan
konstruktivisme dalam pengajaran dan belajar.
Dalam sumber yang sama, savoie dan hughes
(1994) mengungkap perlunya suatu proses yang dapat digunakan untuk mendesain
pengalaman pembelajaran berbasis masalah bagi siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut
di bawah ini diperlukan untuk menunjukan proses tersebut, yaitu sebagai
berikut.
a. Indentifikasikan suatu
masalah yang cocok bagi para siswa
b. Kaitkan masalah tersebut
dengan konteks dunia siswa sehingga mereka dapat menghadirkan suatu kesempatan
otentik.
c. Organisasikan pokok bahasan
disekitar masalah, jangn berlandaskan bidang studi.
d. Berilah para siswa tanggung
jawab untuk dapat mendefinisikan sendiri pengalaman belajar mereka serta
membuat perencanaan dalam menyelesaikan masalah.
e. Dorong timbulnya kaloborasi
dengan membentuk kelompok pembelajaan.
f. Berikan dukungan kepada semua
siswa untuk mendemonstrasikan hasil-hasil pembelajaran merek misalnya dalam
bentuk suatu karya atau kinerja tertentu.
Biasanya sintaks dalam PBL/PBI meliputi:
a. Orientasi siswa kepada
masalah.
b. Mendefinisikan masalah dan
mengorganisaikan siswa untuk belajar
c. Memandu investigasi mandiri
maupun investigasi kelompok
d. Mengembangkan dan
mempresentasikan karya
e. Refleksi dan penilaian
Secara umum dapat dikemukakan bahwa kekuatan
dan penerapan metode PBL/PBI ini antara lain:
a. Siswa akan tebiasa menghadapi
masalah (problem posing) dan merasa tertantang untuk menyelesaikana masalah,
tidak hanya terkait dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi
masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari (real –word) .
b. Memupuk solidaritas sosial
dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi
dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman sekelasnya
c. Makin mengakrabkan guru denga siswa
d. Karena ada kemungkinansuatu
masalah harus di selesaikan siswa melalui eksperimen hal ini juga akan
membiasakan siswa dalam menerapkan metode eksperimen.
Sementara itu kelemahan dari penerapan metode
ini antara lain:
a. Tidak banyak guru yang mampu
mengantarkan siswa kepada pemecahan masalah .
b. Seringkali memerlukan biaya
mahal dan waktu yang panjang
c. Aktivita siswa yang
dilaksanakan di luar sekolah sulit dipantau guru.[7]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Beberapa bahasan di atas maka
dapat diambil kesimpulan bahwa dari beberapa ahli diantaranya Menurut Jodion Siburian,
dkk Muslimin I dalam Boud dan Felleti, Bern dan Eriction. hampir sama menjelaskan bahwa SPBM merupakan salah satu model
pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran dihadapkan
pada suatu masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui
masalah tersebut siswa belajar keterampil-keterampilan yang lebih mendasar.
Hanya saja Muslimin I dalam
Boud dan Felleti (2000:7), Bern dan Eriction (2001: 5) menambahkan bahwa
SPMB juga memberikan keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar
peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri.
Pembelajaran berdasarkan masalah
tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi yang
sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah
dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa
melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang
mandiri.
Kemudian Bern dan Eriction SPBM merupakan strategi pembelajaran
yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai
konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi
mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempersentasikan penemuan.
Jika dilihat dari aspek
psikologi belajar SPMB bersandarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat
dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek
kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui pernghayatan secara
internal akan problema yang dihadapi.
Kemudian jika di lihat dari
aspek fisilofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk
mempersipakan anak didik agar dapat hidup di masyarakat, maka SPBM merupakan
strategi yang memungkinkan dan sangat penting unuk dikembangkan. Hal ini
sebabkan pada kenyataannya manusia akan dihadapkan kepada masalah. SPBM inilah
diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Selain itu, dilihat dari
konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka SPBM merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran.
Jiak kita perhatikan terdapat 3 ciri utama dari
SPBM. Pertama, SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam
implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. SPBM tidak
diharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal
materi pelajaran, akan tetapi melalui SPBM siswa aktif berfikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas
pembelajran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, pemecahan masalah
dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan
menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif.
Kemudian dalam makalah ini juga terdapat Tahapan-
tahapan pelaksanaan SPBM, Keunggulan dan
kelemahannya, Model Pembelajarannya, langkah-langkah Pembelajarannya, Manfaatnya,
serta Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah.
DAFTAR
PUSTKAKA
Eveline Siregar dkk, Teori
Belajar dan Pembalajaran, Ghalia Indonesia: Bogor, 2010.
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual
konsep dan aplikasi, Revika Aditama: Bandung, cet-3, 2013.
Mohammad Jauhar, Implementasi
PAIKEM, Prestasi Pustakaray, 2011, Jakarta.
Nanang Hanafiah dan Cucu
Suhada, Konsep Strategi Pembelajaran. Cet ketiga. Bandung: PT Refika
Aditama, 2012.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi
Belajar Mengajar. Cet kedua Jakarta: PT Reneka Cipta, 2002
Warsono, Pembelajaran Aktif Teori dan
Asesmen Bandung; PT Remaja Rosdakarya. 2013.
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Preneda Sanjaya, 2011.
[1]Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Cet kedua
(Jakarta: PT Reneka Cipta, 2002). Hlm. 1-2.
[2]Nanang
Hanafiah dan Cucu Suhada, Konsep Strategi Pembelajaran. Cet ketiga.
(Bandung: PT Refika Aditama, 2012) Hlm. 20.
[3]
Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual konsep dan aplikasi,
Revika Aditama: Bandung, cet-3, 2013, hal. 59
[4]Eveline Siregar dkk, Teori Belajar dan Pembalajaran, Ghalia
Indonesia: Bogor, 2010, hal. 120-121
[5]
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Preneda Sanjaya, 2011). Hlm. 214-221.
[6]
Mohammad Jauhar, Implementasi PAIKEM, Prestasi Pustakaray, 2011, Jakarta.
Hlm 86-91.
[7]Warsono,
Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen Bandung; PT Remaja Rosdakarya. 2013
hal 147
Langganan:
Postingan (Atom)